Jumat, 27 Februari 2009

CERPEN From KAJEN CITY

YOUR BROWNIES

By

WANDA KOIMAN

Dada Raffi naik turun; nahan kesel, gerah, sebel. Dia mondar-mandir, mulutnya ikut menggerutu, sementara matanya tetap mengamati kerumunan di kantin. Siang ini, setelah jam pelajaran, Aurel and the genk mengadakan pensi ala mereka. Musuh bebuyutan Raffi itu mengundang anak-anak kelas 1 sampai dengan kelas 3 yang termasuk dalam daftar pelanggan Raffi. Customer tetap yang setiap pagi menghabiskan 60 sampai 100 buah cornbro yang telah dia siapkan.

Sekarang loyalitas mereka goyah, hanya karena Aurel mendesain acara nonton bareng film Brownies di kantin. Emang sih filmnya udah lewat, tapi siapa yang bakal menolak disuguhin undangan yang didalamnya tertera:

Nonton Bucek Depp + Marcella Zalianty, minuman ringan segar, 1 kotak brownies, FREE!!

Benar-benar strategi yang hebat! Sehari sebelumnya, Aurel telah menempel selebaran: .

New Days have Come, combro yang kampungan berganti dengan brownies, kue yang manis dan romantis. Hub. Aurel Afni Sardina, III IPA1.

"Apa hebatnya acara kayak gitu?", Raffi melontarkan kalimat pertamanya setelah setengah jam lebih, manyun-manyun nggak jelas.

"Hebat dong! Nonton film Brownies bareng cewek-cewek sambil minum minuman ringan. Dapet brownies gratisan pula, Man!" ujar Robi.

"Kenapa juga ada film Brownies, sih? Kalo kayak gini, Aurel jadi sukses narik pelanggan-pelanggan, gee! Kenapa film itu nggak dikasih judul Combro aja? Terus, ada bagian yang nyeritain tentang pembuatan combro juga."

"Man, film yang judulnya Combro juga udah ada!" brownies Aurel, tapi keadaan grafik penjualan bener-bener berubah. Raffi hanya bisa menjual 10 sampai 20 buah combro setiap harinya. Sedangkan brownies Aurel makin laris. Padahal Raffi hanya menawarkan harga 500 rupiah per buah. Beda jauh dengan II brownies Aurel yang tiap kotaknya seharga 27 ribu rupiah atau dalam potongan kecil dua ribu lima ratus rupiah.

"Raff, sorry nih, Man. Kita sekarang sekolah di SMU yang kebetulan anak-anaknya tuh, sok elit. Gue akuin, brownies emang enak, rnanis, lembut...."

"Berkelas, terkesan romantis!"

"Nan, lu juga ngakuin kan?"

Tapi si Aurel itu sengaja banget mo ngancurin usaha gue. Lu tau, dia anak orang kaya, ngapain pake jualan? Bagj-bagi brownies gratis segala, jelas banget gak butuh duit, kan? Nah, gue jualan bener-bener karena gue butuh duit buat biaya sekolah," Raffi tampak serius. Ada kecemasan yang terlihat.

Beneran? Siapa aktornya?"

"Ringgo Agus Rahman, Denis Adishwara, Rizki Hanggono, Christian Sugiono... terus...."

"Woy! itu Jomblo!!”

"He he... sorry. Kernbali ke film Brownies. Si Marcella sama Bucek Depp gak bakal mau main film itu kalo judulnya diganti Combro. Jadi brownies memang pilihan tepat."

"Oke, oke! Gue nyerah. Filmnya boleh sukses, tapi browniesnya gak akan sukses di sini” Dada Raffi naik turun lagi. Uh, kayaknya, emosinya beneran memuncak, deh.

Hari ini baru hari ke lima pasca promosi Robi hanya menepuk-nepuk pundak Raffi, berusaha berempati.

''Masih ada gue, Raff. Gue pasti tetep setia ama combro lu"

"Sayangnya lu suka ngutang, Rob"

"Ha ha, bisa aja. Makanya, bokap lu seharusnya ngasih nama lu Herjunot Ali, biar jadi aktor, presenter. Bukannya Harjono Ali, ujung-ujungnya jualan combro. Beda nama, beda nasib. Man!"

Pagi yang cerah berubah riuh ketika Aurel menempel selebaran baru di mading. Isinya tentang kelebihan-kelebihan brownies, mitos romantis yang ditimbulkan setelah menelan sepotong brownies, bahan-bahannya yang mengandung banyak gizi. Tidak seperti combro yang luarnya singkong, isinya cuma oncom. Jenis makanan yang sama sekali tidak berpengaruh pada perkembangan kecerdasan apalagi tinggi badan.

"SIAPA YANG MENEMPEL TULISAN INI!!!" pekik Raffi begitu mendapati kertas itu. Isinya benar-benar nembuat dadanya bergemuruh.

"Gue. Dan yang nempel tulisan itu juga gue. Ada yang keberatan ya? Oh, si muka combro? Makanan kampungan!" jawab Aurel sinis.

"Jaga mulut lu, ya! Asal lu tau, kemerdekaan Indonesia gak akan tercapai kalo gak ada combro!!!" Raffi makin berapi-api.

"Ow, gituya?"

"lya dong. Coba gue tanya sama lu semua. Waktu nenek moyang kita mau perang, mereka makan combro apa makan Drownies? Pasti makan combro!"

"Bego ya?"

"Yee, ga' percaya! Bayangin, kalo musti bikin Brownies dulu, kelamaan, keburu ditembak. Singkong yang lu bilang gak ada gisinya itu lah, yang kasih mereka power!".

Heh, gue gak ada waktu buat ngeladenin ocehan lu yang gak penting. Kalo lu berani, kita bertanding. Mana yang lebih disukai, dia menang"

"Dan yang kalah?'"

"Yang kalah gak boleh jualan lagi"

"Ok, gue berani. Siapa jurinya?"

"Kepala Sekolah. Fairkan?"

"Hari senin besok"

"DEA-".

Bel panjang berbunyi tiga kali berturut-turut, waktunya bebas dari segala macam proses belajar-mengajar.

"Raff, lu duluan aja"

"Kena hukum lagi lu?"

"Yoi. hari ini gue gak bawa buku tugas biologi."

"So?"

"Hari ini ruang kepala sekolah yang harus dibersihin".

"Ha ha. Ya udah, gue duluan".

Raffi berlalu. Robi, siswa amburadul yang tiap harinya selalu mengisi buku Hitam meneruskan tugasnya tanpa wajah terbebani sedikit pun. Sudut demi sudut ia sapu.

"Ugh, jorok banget Pak Kepala Sekolah. Emmmh, tisu bekas, puntung rokok, bungkus jamu ram..ping..sing..set. WHAT? Pak Kepala Sekolah minum jamu ginian? Wah Hot news, nih." Robi sibuk mengomentari isi kotak sampah pribadi Kepala Sekolah.

"Eh, apaan nih?" Di bagian akhir proses hunting sampah Robi melihat bungkus salah satu narna obat yang sepertinya pernah ia lihat.

"Glibenclamide?”

Show t'me...

Semua siswa berkumpul di aula. Di sudut lain, dewan juri yang diwakili Pak Kepala Sekolah juga sudah siap. Semua menanti hasil akhir pertandingan Brownies vs Combro.

Raffi terlihat cemas. Sebenarnya Raffi sangat yakin combro buatan ibunya tidak akan terkalahkan. Rasanya sangat pas, meledak-ledak di lidah. Banyak yang setuju dengan statement itu. Tapi jika harus disandingkan dengan brownies dalam satu meja, orang pasti akan memilih brownies.

"Karir guo tamat hah ini .. maafin Raffi, Mak" gumam Raffi hopeless.

"Heh, muka combro! Besok-besok lu gak perlu repot-repot jualan.”

Kali ini Raffi hanya diam di hadapan Aurel. la sadar, argument apa pun tidak akan membantu.

"Sekarang gue tanya ya, Raff, kira-kira, lu bakal kasih apa ke cewek yang lu taksir? Brownies atau combro?" pertanyaan yang' cukup menyudutkan.

"Brownies, babe, don't give combro" bisik Aurel dengan mimik nyebelin. Langkahnya dibuat-buat seolah ia berjalan di red carpet.

"Lu musti tenang, Man!"

"Gimana. gue bisa tenang"

"Gue yakin lu bakal menang, Raff."

"Kalo gue menang, gue kasih lu combro gratis tiga buah setiap pagi selama seminggu."

"Hati-hati, Man. Banyak orang terbunuh karena mengumbar janji palsu"

"Gue serius, gue janji"

"Bagus, lu bakalan rugi"

Ketua OS1S maju dan mengambil alih mikrofon. Suasana berubah hening.

"Ya, langsung saja saya bacakan sistematika penilaian. Bapak Kepala Sekolah tidak perlu nilai rasa dan sebagainya.

Makanan yang disentuh dan dicicipi kepala sekolah langsung menjadi pemenang."

"Hey, gak bisa gitu dong, yang gue banggain dari combro gue kan rasanya. Siapa sih orang gila yang bikin aturan itu? "gerutu Raffi. Robi spontan melotot.

"Berisik lu, ah. Gue yang usulin"

"Lu gila, rob?"

"Ssst! Lu percaya deh ama gue. Hati-hati, Man. Banyak juga orang yang harus diamputasi gara-gara bilangin sahabatnya gila"

"Huh!"

Kepala Sekolah menghampiri meja. Wajahnya tampak ragu-ragu, melirik ke brownies... lalu melirik Combro.

Brownies... combro lagi.

Dan....

Semuanya tegang....

Dan...

"YAAAAA...H! ,COMBROOOOOO!" Suara ketua OSIS menggema seiring combro meluncur ke mulut Kepala Sekolah. Sorak gemuruh melengking meneriakkan Raffi dan combro bergantian. Memastikan combro Raffi keluar sebagai pemenang, dan secara otomatis menghapus ijin peredaran brownies Aurel. Gadis itu memaki dan meninggalkan ruangan bersama genknya.

Ditengah hiruk pikuk ucapan selamat, Raffi berbisik pada Robi.

"Hebat lu, Rob. Gimana lu bisa yakin gue rnenang”

"He he, waktu gue bersihin ruangan Pak Kepala Sekolah, gue nemuin obat yang sama dengan obatnya bokap gue. Obat untuk pendorita Diabetes. Jadi, gue tahu pak Kepala sekolah gak bakal berani makan brownies."

"Wah! Akhirnya hidup lu ada gunanya, Rob."

"Rese lu"

"He he..."


Kotabumi.03 Februari 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar